Thursday, March 16, 2017

Media Online: Tugas 7

KASUS YANG DIKAITKAN DENGAN KEJ DAN PPMS

KASUS 1; Media Online membuat berita mengenai ketua MA yang melanggar lalu lintas dan mendaprak polisi yang menghentikan kendaraannya. Berita tersebut dibuat berdasarkan pernyataan seorang pernyataan anggota DPR RI. menurut anggota DPR tersebut, dia mendapat info itu dari seorang pejabat polisi. langkah yang harus dilakukan media online tersebut meminta maaf kepada ketua MA dan melakukan verifikasi terhadap berita yang telah dibuat.
Dalam kasus tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·         Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
- Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
-  Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
·         Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
-  Menghormati hak privasi
·         Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
- Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
-Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
·         Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Dalam kasus melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 2, yaitu:
2. Verifikasi dan keberimbangan berita
c. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

KASUS 2; Tindakan media online tersebut tentunya merugikan dan mencemarkan nama baik seorang pejabat dari salah satu instansi pemerintah karena dituduh telah memanipulasi uang negara tanpa adanya fakta atau bukti yang kuat yang mengacu pada hal tersebut. Media online tersebut melakukan fitnah karena melepas berita tanpa konfirmasi kepada orang yang dituduh hanya karena untuk kecepatan berita tanpa adanya aktualitas pada berita tersebut. Media online harus meminta maaf terhadap orang yang bersangkutan dan meralat berita yang telah diunggah.
Dalam kasus tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·         Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
- Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
-  Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
·         Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
-  Menghormati hak privasi
·         Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
- Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
-Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
·         Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Dalam kasus melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 2, yaitu:
2) Verifikasi dan keberimbangan berita
c. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

KASUS 3; Cara kerja media online tersebut tidak professional karena membuat berita berdasarkan obrolan di twitter dan facebook, tidak berdasarkan fakta yang ada ditempat kejadian berlangsung. Media online harus meralat berita tersebut dengan mencari data yang pasti dan fakta yang sesungguhnya.
Dalam kasus tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·         Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
- Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
-  Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
·         Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
-  Menghormati hak privasi
·         Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
- Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
-Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
·         Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Dalam kasus melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 2 dan 4, yaitu:
2. Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
b. Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
c. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).

KASUS 4; Media Online tersebut tidak professional dan kurang kredibel karena memasang foto yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan dan tidak memberikan caption yang tepat pada foto yang terkait sehingga pembaca bisa saja salah menafsirkan berbeda dengan berita yang disampaikan.
Dalam kasus tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·         Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
- Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
·         Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

KASUS 5; Media Online B harus bertanggung jawab dan meralat berita yang disampaikan dan media online A juga harus melakukan verifikasi kepada media online B dan meralat berita yang salah kutip dari media online A.
Dalam kasus melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 4, yaitu:
4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
Dalam kasus tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·         Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
·         Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

 Sumber:

No comments:

Post a Comment