KASUS YANG DIKAITKAN DENGAN KEJ DAN PPMS
KASUS 1; Media Online membuat berita
mengenai ketua MA yang melanggar lalu lintas dan mendaprak polisi yang
menghentikan kendaraannya. Berita tersebut dibuat berdasarkan pernyataan
seorang pernyataan anggota DPR RI. menurut anggota DPR tersebut, dia mendapat
info itu dari seorang pejabat polisi. langkah yang harus dilakukan media online
tersebut meminta maaf kepada ketua MA dan melakukan verifikasi terhadap berita
yang telah dibuat.
Dalam kasus
tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·
Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
- Akurat berarti dipercaya benar
sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
-
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan
semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
·
Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
-
Menghormati hak privasi
·
Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
- Menguji informasi berarti melakukan check
and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan ruang
atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah
pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu
pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
-Asas praduga tak bersalah adalah
prinsip tidak menghakimi seseorang.
·
Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki
berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu
secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan apabila
kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Dalam kasus
melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 2, yaitu:
2. Verifikasi dan keberimbangan berita
c. Ketentuan
dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita
benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber
berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel
dan kompeten;
3) Subyek
berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak
dapat diwawancarai;
4) Media
memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan
verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan
dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan
huruf miring.
d. Setelah
memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi,
dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita
pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
KASUS 2; Tindakan media
online tersebut tentunya merugikan dan mencemarkan nama baik seorang pejabat
dari salah satu instansi pemerintah karena dituduh telah memanipulasi uang
negara tanpa adanya fakta atau bukti yang kuat yang mengacu pada hal tersebut.
Media online tersebut melakukan fitnah karena melepas berita tanpa konfirmasi
kepada orang yang dituduh hanya karena untuk kecepatan berita tanpa adanya
aktualitas pada berita tersebut. Media online harus meminta maaf terhadap orang
yang bersangkutan dan meralat berita yang telah diunggah.
Dalam kasus
tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·
Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
- Akurat berarti dipercaya benar
sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
-
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan
semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
·
Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
-
Menghormati hak privasi
·
Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
- Menguji informasi berarti melakukan check
and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan ruang
atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah
pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu
pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
-Asas praduga tak bersalah adalah
prinsip tidak menghakimi seseorang.
·
Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki
berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu
secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan
apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Dalam kasus
melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 2, yaitu:
2) Verifikasi dan keberimbangan berita
c. Ketentuan
dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita
benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber
berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel
dan kompeten;
3) Subyek
berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak
dapat diwawancarai;
4) Media
memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan
verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan
dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan
huruf miring.
d. Setelah
memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi,
dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita
pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
KASUS 3; Cara kerja media online tersebut
tidak professional karena membuat berita berdasarkan obrolan di twitter dan
facebook, tidak berdasarkan fakta yang ada ditempat kejadian berlangsung. Media
online harus meralat berita tersebut dengan mencari data yang pasti dan fakta
yang sesungguhnya.
Dalam kasus
tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·
Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
- Akurat berarti dipercaya benar
sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
-
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan
semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
·
Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
-
Menghormati hak privasi
·
Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
- Menguji informasi berarti melakukan check
and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan ruang
atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah
pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu
pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
-Asas praduga tak bersalah adalah
prinsip tidak menghakimi seseorang.
·
Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki
berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu
secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan
apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Dalam kasus
melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 2 dan 4, yaitu:
2. Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada
prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
b. Berita
yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama
untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
c. Ketentuan
dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita
benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber
berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel
dan kompeten;
3) Subyek
berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak
dapat diwawancarai;
4) Media
memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan
verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan
dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan
huruf miring.
d. Setelah
memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi,
dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita
pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat,
koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik,
dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat,
koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi
atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap
berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat,
koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila
suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung
jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di
media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi
berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media
siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media
yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi
atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat
berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita
yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai
dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat
dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta
rupiah).
KASUS 4; Media Online tersebut tidak
professional dan kurang kredibel karena memasang foto yang tidak sesuai dengan
informasi yang diberikan dan tidak memberikan caption yang tepat pada foto yang
terkait sehingga pembaca bisa saja salah menafsirkan berbeda dengan berita yang
disampaikan.
Dalam kasus
tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·
Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
- Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran
gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan
secara berimbang;
·
Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki
berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu
secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan
apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
KASUS 5; Media
Online B harus bertanggung jawab dan meralat berita yang disampaikan dan media
online A juga harus melakukan verifikasi kepada media online B dan meralat
berita yang salah kutip dari media online A.
Dalam kasus
melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber pada nomor 4, yaitu:
4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat,
koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik,
dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat,
koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi
atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap
berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat,
koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila
suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung
jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di
media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi
berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media
siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media
yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi
atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat
berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita
yang tidak dikoreksinya itu.
Dalam kasus
tersebut mengacu pada pasal menurut Kode Etik Jurnalistik:
·
Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan
tugas jurnalistik.
·
Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki
berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
- Segera berarti tindakan dalam waktu
secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan
apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Sumber:
No comments:
Post a Comment